Info Terbaru
Thursday, 21 Aug 2025
  • Vlog Ramadhan Pengasuh Tersedia Pada Kanal Youtube Santri Kita
29 July 2025

Rapuhnya Marwah Pendidikan

Tuesday, 29 July 2025 Kategori : Opini

Akhir-akhir ini dunia media sosial dipenuhi pemberitaan tentang aksi orang tua yang melaporkan guru karena tindakan mendisiplinkan murid. Miris, tapi itulah kini yang terjadi. Guru tidak lagi memiliki ruang ekspresi yang cukup luas untuk memberikan nasihat lantaran ada bayangan trauma dan khawatir nasihat atau konsekuensi logis yang diberikan justru jadi boomerang untuk diri sendiri. Inilah keresahan yang saat ini dihadapi oleh dunia pendidikan. Jika kondisi ini dibiarkan, bukan tidak mungkin akan timbul karakter apatis secara masif. 

Jika kita tilik kembali, mendidik adalah tugas utama orang tua. Mengambil keputusan untuk membina keluarga berarti harus siap untuk mendidik generasi yang dianugerahkan Tuhan. Menjaga dengan sekuat tenaga keluarga dari hal-hal yang tidak disukai Allah sebagaimana Allah berfirman dalam surah At-Tahrim ayat 6:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

Ibaratnya, anak kesayangan kita sedang bermain di halaman dan di depan mereka ada kobaran api yang membara. Tentu sebagai orang tua, sekuat tenaga kita berupaya menyelamatkan anak kita, diteriaki, berlari ke arahnya dan menyeretnya menjauh dari api tersebut adalah upaya maksimal yang kita lakukan agar mereka tidak menjadi korban kebakaran. Tentu mendidik tidak bisa dilogikakan sesederhana itu, namun langkah yang dilakukan dalam mencapai tujuan pendidikan kurang lebih sama yaitu optimalisasi usaha untuk menyelamatkan generasi. 

Karena keterbatasan waktu, tenaga, pikiran, akhirnya orang tua membagi peran tersebut dengan  guru. Tentu tidaklah mudah menjadi seorang guru. Diperlukan keterampilan, kecakapan ilmu pengetahuan, kecerdasan emosional serta spiritual agar tujuan pendidikan tercapai. Dalam perjalanan proses pendidikan, tentu banyak dijumpai berbagai problematika yang akhir-akhir ini menyentuh penurunan nilai perilaku murid. 

Generasi milenial yang kini bergeser dengan julukan generasi Z atau Gen-Z menjelma menjadi salah satu alasan pembenaran terhadap bergesernya akhlak murid. Guru memotivasi, sudah diberikan label guru tercerewet, guru memberikan konsekuensi logis dijuluki guru terkiller dan tidak ramah anak, guru memberikan tugas dibilang guru banyak menekan, guru menyuruh salat jamaah dilaporkan kepada pihak berwajib, astaghfirullahal’adzim. Terlepas dari adanya kasus lain yang melibatkan oknum guru tertentu, pergeseran moral ini harus kita akui bersama.

Apakah sepenuhnya salah anak? Tentu tidak. Karena sejatinya anak yang terlahir di dunia ini ibarat kertas putih, kosong, dan belum terisi. Terkadang tanpa kita sadari, kita sebagai orang tua sering membela anak atas dasar perlindungan. Sah saja memberikan proteksi kepada anak kita, tapi kita juga harus terus belajar bagaimana cara memberikan perlindungan yang tepat sasaran dan tidak membuat anak cenderung manja. Terimalah aduan serta keluh kesah anak kita dengan hati yang lapang, tidak serta merta melakukan protes kepada gurunya atau menghampiri anak lain yang memiliki masalah dengan anak kita. Jangan sampai proteksi yang berlebih ini justru menjadi momok untuk anak kita. Jika kemudian anak kita gagal, maka sebaiknya kita berikan motivasi dan arahan agar dia menerima kegagalan itu dengan penuh kesadaran bahwa ada yang harus diperbaiki serta ditingkatkan. Jika lantas menjumpai mereka sedang berselisih paham dengan teman, alangkah eloknya kita menjadi pendengar yang bijak dan memberikan contoh solusi untuk menyelesaikan selisih paham tersebut. 

Itulah sebenarnya yang sedang terus dilakukan oleh semua guru. Mendidik generasi agar tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual melainkan juga spiritual serta berakhlak mulia. Mari kita kembalikan lagi marwah pendidikan dengan tidak memberikan sikap emosional melalui intervensi berlebih terhadap proses yang sedang diikhtiarkan guru. Jalin komunikasi dan silaturahmi yang baik dengan guru agar tercipta sinergi yang kuat. Dampak positifnya tentu akan lahir generasi yang kita idamkan bersama.