Info Terbaru
Monday, 16 Jun 2025
  • Vlog Ramadhan Pengasuh Tersedia Pada Kanal Youtube Santri Kita

MENGGAPAI PRESTASI, MERAIH SUKSES

Saturday, 7 June 2025 Oleh : Tim Admin

Oleh: KH. Nurcholis Misbah

Sukses adalah mimpi setiap orang. Berhasil adalah cita-cita setiap insan. Persoalannya, rata-rata orang tidak mengetahui caranya atau tahu cara tapi enggan melakukannya. Maka sukses dan berhasil, hanya bisa dicapai sedikit orang. Sebagian besar orang gagal. Ironisnya, mereka tidak mengetahui mengapa mereka menjadi orang yang kalah. Dan lebih celaka, mereka menyalahkan takdir atau lebih tepatnya menyalahkan Tuhan.

Ini harus menjadi atensi bersama, kita diskusikan apa faktor penyebabnya. Untuk memberi jawab, mengapa sukses dan berhasil hanya dicapai oleh segelintir orang. Pemerataan adalah amanah Undang-Undang, jangan sampai ketimpangan semakin melebar yang ujungnya justru akan menghancurkan satu bangsa.

Jujur, hari ini ketimpangan adalah fakta. Kekayaan bangsa hanya dikuasai segelintir orang, sebagian besar hanya berkutat dengan kemiskinan, bahkan hidup di bawah garis miskin. Kita akan mendapat ‘bonus demograsi’, sepuluh tahun mendatang penduduk Indonesia didominasi usia produktif. Yang menjadi masalah, apakah mereka benar-benar menjadi pribadi yang produktif? Jika tidak, justru Indonesia ‘emas’ gagal kita capai. Sebaliknya, negara ini terbebani orang-orang yang malas, enggan kerja keras, lemah inovasi, kurang kreasi, hidup berhenti pada mimpi-mimpi.

Belajar dari orang-orang yang sukses, berikut kita mencoba merumuskan aneka faktor yang menjadi faktor, mengapa mereka bisa mencapai kehidupan di atas rata-rata. Pertama, mereka memiliki cita-cita dan impian. Cita-cita itu terus mereka sempurnakan dengan cara menggali informasi, melalui bacaan, eksplorasi media sosial, melihat orang-orang yang sukses, yang berkait dengan cita-cita. Cita-cita disimpan rapat dalam lubuk hati, disertai keyakinan pada Tuhan, suatu ketika Dia memberi jalan untuk mewujudkan mimpi. Tampak sederhana, tapi sungguh sangat sedikit orang yang berani bermimpi besar. Apalagi ketika realitasnya, ia bukan orang yang cerdas, bukan anak orang ternama, tidak berharta, sedikit bermimpi sudah tidak berani. Ia menyerah sebelum berperang. Mereka rela sejak dini menjadi yang kalah dan gagal dalam hidup.

Kedua, memperbaiki karakter. Kita mudah melihat orang, ibarat “kuman di seberang tampak, gajah di pelupuk mata tidak kelihatan”. Sedikit orang yang mengenal dirinya. Bagaimana mungkin bisa menghadapi dan menyelesaikan rintangan dan cobaan, ketika ia tak mengetahui ‘instrumen’’ yang dimiliki. Akibatnya, banyak orang menghadapi masalah justru ‘lari’, tenggelam dengan minuman keras, narkoba, dan bermalas-malasan.

Mentalitas malas, harus dihapus dengan cepat tanpa menunda. Diganti dengan rajin, sungguh-sungguh, dan kerja keras. Jiwa penakut harus diganti, berani mencoba, terus berkreasi, gagal sekali, bangun dua kali. Kebiasaan menyalahkan orang lain mesti diubah, untuk berani bertanggung jawab, mengakui kekurangan dan kesalahan, dan terus memperbaiki diri. Karakter suka menunda-nunda sungguh buruk, “start now, start small”. Kalau bisa selesai hari ini, mengapa ditunda besok.

Ketiga, terjemahkan cita-cita besar itu dengan langkah-langkah kecil. Ibarat “sedikit demi sedikit lama-kelamaan akan menjadi bukit”. Jangan malu melakukan kegiatan kecil, pastikan itu ‘sempurna’. Ingat, bahwa sukses besar sebenarnya kumpulan dari sukses-sukses kecil. Lakukan dengan konsisten, menikmati proses, dan hindari tergesa-gesa. Maka, perjalanan itu akan menjadi indah dan memastikan lurus menuju tujuan.

Keempat, perbaiki manajemen waktu. Kita harus tahu, kapan bersendiri untuk ‘munajat kepada Tuhan’, kapan untuk ‘introspeksi dan muhasabah’, kapan untuk ‘tafakur’ tentang berbagai fenomena alam dan sosial di sekitar kita, dan kapan kita harus berlelah-lelah untuk menggapai bagian kita tentang dunia. Waktu tak pernah berulang, besok kita akan bertemu hari dan namanya sama dengan hari ini, tapi tetap hari yang berbeda, hari ini telah selesai, buku telah ditutup.

Bangsa yang memiliki peradaban maju selalu ditandai dengan tradisi-tradisi yang baik, termasuk tradisi sangat menghargai waktu, kebiasaan membaca, langkah yang serba cepat, dan peduli terhadap lingkungan.

Kelima, jangan pernah lupakan Tuhan. Sebenarnya kita tak pernah punya kuasa atas diri ini. Manusia tampak kuat, itu hanyalah persepsi yang sengaja dibuat oleh diri sendiri atau orang lain untuk satu kepentingan. Tuhan hakikat kekuatan dan kekuasaan, manusia hanya diberikan sedikit. Sebagian orang menyadari itu dan bersyukur, namun lebih banyak yang menjadi congkak, lupa diri, bahkan menganggap sebagai Tuhan.

Sombong, lupa kepada kuasa Tuhan, adalah awal bencana, awal kehancuran. Kita membaca sejarah kegemilangan para penguasa, tapi hancur tanpa bekas, hanya tersisa dalam cerita legenda atau tulisan sejarah, karena lupa diri, saling bertikai, berebut kuasa, seakan itu abadi, mereka menghalalkan segala cara. Sejarah kegemilangan akan terulang, ketika orang menyadari kekuasaan Tuhan. Sebaliknya, kehancuran satu bangsa juga terulang, ketika para pemimpinanya takabur, dan memulai menyembah diri dan nafsunya dan lupa kepada Tuhannya.

Masih banyak faktor lain, tak mungkin ditulis dalam ruang kecil ini. Tapi beberapa faktor di atas, perlu direnungkan ketika kita atau siapapun punya cita-cita, dan ingin impiannya menjadi kenyataan. Semoga.