Info Terbaru
Monday, 16 Jun 2025
  • Vlog Ramadhan Pengasuh Tersedia Pada Kanal Youtube Santri Kita

Kedisiplinan Kunci Meraih Kesuksesan yang Mengantarkannya Menjadi Seorang Dosen 

Agama Islam sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Islam mendorong umatnya untuk belajar dan mengajarkan ilmu kepada orang lain. Sebagaimana disabdakan Rasulullah bahwa “Sebaik-baik sedekah adalah seorang muslim belajar ilmu, kemudian mengajarkannya kepada saudaranya sesama muslim.” 

Begitu juga sosok alumni Al-Amanah satu ini, Ana Yulvia, M.Si. Ukhti kelahiran Sidoarjo, 2 Februari 1994 ini menjalani profesinya sebagai  Dosen. Ukhti yang tinggal di Desa Terungkulon ini diterima sebagai dosen melalui jalur CPNS Dosen Kemendikbud Universitas Jember, Prodi S1 Kimia. 

Salah satu hal yang paling berkesan bagi ukhti alumni tahun 2011 ketika mondok adalah tentang disiplin ketat yang diterapkan dalam pesantren. Menurutnya, tidak ada satu menit pun yang dibiarkan berlalu tanpa aktivitas. Setiap hari selalu dibangunkan sebelum waktu subuh tiba. Setiap pergantian kegiatan ditandai dengan suara lonceng besar yang bunyinya membahana seantero pesantren. Para santri yang datang terlambat dalam berkegiatan harus menjalani hukuman. Disiplin waktu ini sangat ketat dijalankan, tidak ada ampun bagi yang melanggarnya. Karena itulah, setiap santri bisa merasakan disiplin yang sama saat salat, makan, berangkat sekolah, belajar dan rangkaian aktivitas lainnya. Disiplin terhadap waktu dan disiplin terhadap aktivitas. Kedisiplinan tersebut telah memberikan sumbangsih besar dalam hidupnya untuk selalu bersikap tenang di tengah segala kegugupan dan kegagapan zaman. 

Banyak kenangan yang tidak terlupakan selama mondok di Al-Amanah. Hidup di pesantren mengenalkannya pada banyak teman dengan berbagai karakter. Mereka adalah keluarga kedua setelah keluarga di rumah dan yang pertama di tanah ‘rantauan’. Bersama mereka bisa berbagi banyak hal; mimpi, tawa, air mata, makanan, semangat, dan menjadi pengingat bahwa perjuangan yang dilalui bersama akan lebih ringan, sekadar senyuman, sekadar tos lima jari, atau sekadar teriakan “Ayo sedikit lagi!” Mereka menjadi sebab rasa bahagia dan syukur setiap hari. Begitu pun ketika Ramadan tiba, ada pengajian kitab di sore hari dan perjuangan melawan kantuk untuk melakukan salat tarawih pada pukul 02.00 dini hari. 

Ukhti yang pernah menjabat sebagai Dentri Bagian Pendidikan ini juga memiliki kebiasaan menghabiskan waktu senja sendiri di lantai 2 Gedung Cordova untuk menghafal target hafalan Al-Qur’an, menuliskan sebuah mimpi-mimpi, atau bahkan hanya merenung. Di sana, sering ditemui bayangan bapak dan ibu yang dipikirkannya waktu itu. “Oh, uang jajan yang pas-pasan, kapan libur tahunan?” Ukhti Ana menuliskan semua mimpi masa depan dalam sebuah buku yang disembunyikan di balik bantal saat kembali ke kamar, “Mau jadi apa aku nanti?” 

Kemudian pada tahun 2011, beliau melanjutkan studi S1 di Universitas Airlangga Surabaya Program Studi S1-Kimia melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Kementerian Agama RI. Selama kuliah S1, berbagai kegiatan telah diikutinya. Selain mengikuti perlombaan-perlombaan juga aktif terlibat dalam organisasi intra/ekstra kampus. Ketertarikan ukhti yang juga tergabung dalam komunitas alumni beasiswa LPDP pada bidang kepenulisan dan penelitian memotivasinya untuk bergabung di unit kegiatan mahasiswa bidang penelitian dan penalaran. Hal ini mengantarkannya menjuarai beberapa lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat Nasional, kemudian terpilih menjadi asisten penelitian dosen. Pada tahun 2015, ia terpilih menjadi delegasi Universitas Airlangga dalam program Student Exchange sebagai Visitor Researcher di Meijo University, Nagoya, Jepang. Sungguh prestasi yang luar biasa.

Setelah merampungkan studi S1, ukhti yang menjadi Pengurus Mata Garuda Jawa Timur ini memutuskan untuk kembali mendedikasikan dirinya di Pesantren Modern Al-Amanah selama tiga tahun. Banyak cerita unik dan tantangan baru yang dihadapi selama mengabdi di pesantren. tidak hanya mengajar di Sekolah, beliau juga bertanggung jawab memonitoring dan mengontrol kegiatan santri selama di asrama. Pengalaman mengajar di pesantren membantunya menemukan passion yang selama ini dicari.

Pesan Romo Kiai yang masih diingat oleh sosok yang juga aktif sebagai Sekretaris Yayasan Cantrika Foundation ini, “Jadilah guru maupun murid untuk selalu menjadi pribadi yang tidak pernah berhenti belajar.” Carilah sosok guru yang baik dan memiliki pemahaman bahwa beliau juga seorang pembelajar. Karena sosok guru yang baik akan melahirkan murid yang baik pula. Letak perbedaan proses belajar guru dan murid hanya pada tingkat kesadarannya. Jika proses belajar murid masih membutuhkan motivasi dari luar, maka seorang guru harus sudah mampu menciptakan motivasi dalam dirinya sendiri, di mana semangat internal itu bisa hadir karena adanya kematangan spiritual.

Pengalaman mengabdi di pesantren semakin memotivasinya untuk melanjutkan studi ke tingkat yang lebih tinggi. Ukhti Ana kemudian melanjutkan studi S2 di Institut Teknologi Bandung program studi S2-Kimia melalui beasiswa LPDP Kementerian Keuangan RI. Di tengah kesibukan kuliah juga aktif tergabung dalam kegiatan-kegiatan volunteering; Kamil Mengajar, Gerakan Indonesia Inklusif, mentoring siswa disabilitas tingkat SMA, dan Griya Qur’an Difabel. 

Hingga akhirnya pada awal tahun 2022 setelah menyelesaikan studi S2, Ukhti Ana mendapatkan rekomendasi dari salah satu dosen di FMIPA ITB untuk menjadi asisten dosen. Kemudian pada bulan Januari 2024 lalu beliau dinyatakan lulus CPNS Kemendikbudristek pada formasi dosen Universitas Jember Program Studi S1-Kimia dan menjalani aktivitasnya sebagai dosen hingga saat ini.

Setiap manusia memiliki rute kehidupan yang berbeda. Ibaratnya sebuah jalan raya dan pengemudi. Adakalanya kecepatan dalam mengemudi di sebuah jalan raya tidaklah tetap. Karenanya jangan heran jika dalam perjalanan kita akan mengenal kata mendahului dan didahului satu sama lain. Pesan ukhti Ana kepada seluruh santri bahwasannya: “Tidak perlu sibuk melihat perjalanan orang lain. Jika ingin selamat saat mengemudi, fokuslah pada perjalanan kita, nikmati semua prosesnya.” Keselamatan dalam mengemudi sampai kapan pun tetaplah nomer wahid. Kita semua harus berjuang yang terbaik agar selamat hingga tujuan. Yakinlah bahwa di akhir perjalanan kita nantinya akan ada seseorang yang berbahagia, yang bangga, yang sejak sekian lamanya menunggu kedatangan kita dengan doa di setiap lima waktunya. EE.