Oleh: KH. Nurcholis Misbah
Ramadan kembali datang dan kita berkesempatan menemuinya. Alhamdulillah, doa kita terkabul. Sejak bulan Rajab, kita selalu melantunkan permohonan, “Ya Robbana, berikan keberkahan, tambahnya kebaikan pada bulan Rajab dan Sya’ban, dan berikan kesempatan untuk menjumpai Ramadan.” Doa adalah perintah Tuhan dan Dia berjanji untuk mengabulkan, sepanjang syarat dan rukun doa dipenuhi.
Orang yang berdoa harus dengan ilmu, tahu syarat, rukun, cara, dan adab. Doa harus dilakukan dengan kesungguhan dan keyakinan bahwa doanya akan ‘diijabah’. Orang yang berdoa harus tulus, hatinya siap menerima, apapun jenis pengabulannya, sesuai harapan atau berbeda dengan impian. Kata Syaikh Athaillah Asy-Syakandari, “Dikabulkan pada waktu yang Dia kehendaki, bukan waktu yang kamu kehendaki. Pada sesuatu yang Dia pilih, bukan yang kamu pilih.”
Orang yang berdoa, dilarang tergesa-gesa. Seorang bertanya kepada Nabi SAW, “Siapa orang yang tergesa-gesa?“ “Aku telah berdoa tapi belum dikabulkan,” begitu jawab Nabi. Ramadan adalah satu di antara waktu terbaik untuk banyak berdoa, apalagi saat puasa. Seperti kata Nabi SAW, “Doa orang yang puasa hingga berbuka tidak ditolak.”
Ramadan memang bulan istimewa. Ramadan dipilih menjadi waktu turunnya Al-Qur’an yang selalu diperingati dengan acara ‘Nuzulul Qur’an’. Dalam rukun iman, kita harus iman dengan kitab-kitab-Nya; Zabur, Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Al-Qur’an seperti kita ketahui, berisi serangkaian informasi bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupan dunia. Dilengkapi aneka kisah, orang-orang terbaik juga orang-orang terburuk, serta cara hidup mereka. Al-Qur’an juga memberi isyarat, bagaimana seharusnya memandang dunia. Pemberian mata, telinga, lisan yang dilengkapi akal pikiran dan hati memberi motivasi bahwa dengan organ-organ itu seseorang bisa mengenal bermacam kemungkinan yang ‘membuka jalan mengenal Tuhan’.
Berapa kemampuan mata melihat, dan berapa kemampuan telinga mendengar, tapi ketika dikombinasikan dengan kecerdasan akal dan hati, subhanallah, biji sawo yang begitu kecil bisa dilihat dari jarak ratusan kilometer dari angkasa. Suara lembut di sudut rumah, bisa didengar puluhan kilometer kendati dilapisi berlapis dinding. Al-Qur’an menawarkan bagaimana kita berzikir dengan tafakur pada isyarat-isyarat-Nya.
Keistimewaan lain dari Ramadan adalah dipilih sebagai waktu bagi seorang muslim untuk menunaikan salah satu rukun islam, yaitu puasa. Muslim tidak bisa puasa di bulan lain, kalau untuk menyempurnakan rukun Islam. Kita tahu, puasa adalah ibadah, yang seakan Tuhan ingin memberikan seluruh rahmat-Nya untuk hamba-hamba-Nya.
Kita baca beberapa hadis, “Orang yang puasa, niatnya iman dan berharap rida-Nya, akan diampuni dosanya yang telah lalu. Puasa itu perisai, pelindung dari keburukan. Di surga ada pintu khusus yang dinamai royyan, hanya orang yang puasa yang bisa melewatinya. Ibadah yang lain bisa dikira-kira pahalanya, puasa tidak. Dalam hadis Qudsi, “Puasa hadiah hamba untuk-Ku dan hanya Aku yang akan memberi imbalan.”
Puasa juga disebut sebagai “madrasah rohani” oleh banyak ulama. Karena dalam keadaan puasa, manusia mendapat pelajaran dan pendidikan tentang aqidah, syariah, ibadah, muamalah, dan cara pandang tentang orang lain. Puasa seakan mensucikan cermin yang buram, hati yang keruh, jiwa yang penuh debu.
Hati adalah instrumen terpenting, roh adalah abadi, jasmani hanya akan menjadi seonggok daging busuk yang tak berguna ketika ditinggalkan roh. Bagaimana roh bisa bersih, bisa merasakan kehadiran Tuhan dalam tiap peristiwa, mendengar firman-Nya dalam tiap suara, melihat Dia dalam segala yang kita lihat. Ketika seseorang jarang menjumpai-Nya, maka manusia akan lebih menjumpai makhluk-Nya.
Orang seperti ini mungkin tetap ibadah tapi hanya ‘formalitas’. Orang seperti ini mungkin tetap melakukan kebaikan, tetapi bukan untuk Dia melainkan untuk selain-Nya. Makhluk memenuhi seluruh sudut hati, Tuhan tidak ada di sana. Ia memang masih bertuhan tapi tidak ‘menuhan’. Betapa lembutnya kemusyrikan dan tanpa kita sadari kita menjauh dari Tuhan, menjauh dari cahaya.
Puasa mengajarkan bagaimana seharusnya seseorang menjalani kehidupan. Hal yang paling sederhana, makan minum, tak akan kita lakukan ketika belum ada yang diajarkan syariat yang membolehkan untuk makan dan minum. Tentu diharapkan usai puasa, kita mampu menjalani hidup seperti janji kita ‘salatku, ibadahku, mati dan ibadahku’, untuk-Mu ya Allah. Konsekuensi hidup seperti itu, maka segala aktivitas harus dilakukan dengan ilmu, kesungguhan, juga ketulusan.
Ramadan juga dipilih oleh Allah untuk waktu, di mana ‘proses pendidikan dan pengajaran’ bisa dipercepat. Puluhan tahun waktu yang diperlukan untuk melahirkan orang-orang terbaik, orang yang bertakwa, orang mencintai Allah dan dicintai, orang rida terhadap segala takdir-Nya, bisa diringkas hanya dalam semalam. Malam itu disebut ‘Lailah Al-Qadar’ dan malam mulia itu ada di bulan Ramadan.
Apa yang kami paparkan hanya setitik ‘keutamaan Ramadan dan fadilah puasa’. Lautan hikmah akan Allah berikan kepada mereka yang bersungguh-sungguh memanfaatkan waktu Ramadan dan puasa dengan sepenuh jiwa. Akhirnya, selamat berpuasa, kita berharap dengan penuh keyakinan Allah SWT berkenan memberikan anugerah terbaik, diberikan kekuatan lahir dan batin bisa memanfaatkan Ramadan untuk banyak melakukan kebaikan dan bisa berpuasa dengan kesungguhan serta ketulusan.