Info Terbaru
Tuesday, 22 Jul 2025
  • Vlog Ramadhan Pengasuh Tersedia Pada Kanal Youtube Santri Kita

Kaum Hawa Mendominasi Digital Native dan Meruntuhkan Stigma 3M

Tuesday, 15 July 2025 Oleh : Tim Admin

Oleh: Fiana Rianti, S.Si., M.Pd.

Sudah tidak asing bagi kita mendengar stigma dalam masyarakat Jawa bahwa perempuan kodratnya hanya sebatas “macak, masak, dan manak”. Istilah yang dikenal dengan sebutan 3M ini menggambarkan bagaimana perempuan dahulu dipandang sebagai warga kelas dua (second class), inferior, dan tunduk pada sistem patriarki. Namun, seiring perkembangan zaman, khususnya di era digital saat ini, akses terhadap ilmu pengetahuan menjadi jauh lebih mudah dan merata. Hal ini turut mengubah cara pandang masyarakat terhadap peran perempuan, yang kini selaras dengan ajaran Islam: menempatkan perempuan sebagai sosok yang mulia.

Keistimewaan perempuan dalam Islam diabadikan dalam Al-Qur’an dengan beberapa sebutan, seperti an-Nisā’, al-Untsā, dan al-Mar’ah. Kata an-Nisā’ disebut sebanyak 59 kali, al-Mar’ah (jama’ dari al-Imra’ah) sebanyak 38 kali, dan al-Untsā sebanyak 30 kali. Masing-masing merujuk pada kedewasaan, kematangan, serta identitas biologis perempuan.

Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk. Ia tidak bisa lurus untukmu di atas satu jalan. Jika engkau ingin bersenang-senang dengannya, maka terimalah ia dalam kondisinya yang bengkok. Jika engkau memaksa untuk meluruskannya, engkau akan mematahkannya. Dan mematahkannya adalah menceraikannya.”
(HR. Muslim)

Hadis ini memberi pengertian bahwa perempuan memiliki karakter unik yang tidak harus diseragamkan. Ia tetap memiliki kedudukan dan peran penting dalam kehidupan, sejajar dengan laki-laki. Tak heran jika dalam budaya tertentu, perempuan kerap dijadikan simbol kemakmuran dan kesejahteraan.

Masyarakat kini mulai menyadari pentingnya peran perempuan dalam dunia pendidikan. Ibu adalah madrasah al-ula, ‘sekolah pertama bagi anak-anaknya’ yang sangat menentukan karakter generasi masa depan. Meski demikian, perempuan kini juga dituntut menjalankan peran ganda. Tuntutan ekonomi membuat banyak perempuan memilih berkarier demi menopang keluarga, tanpa meninggalkan peran domestiknya.

Dominasi perempuan di dunia kerja bahkan terlihat lebih kuat, baik secara offline maupun online. Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2024 menunjukkan bahwa penetrasi internet meningkat dari 78,19% menjadi 79,5%, dengan mayoritas pengguna adalah perempuan. Hal ini membuktikan bahwa peluang kerja berbasis digital kini lebih terbuka bagi kaum perempuan. Fenomena ini menunjukkan bahwa perempuan masa kini telah tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, mandiri, cakap, kreatif, dan inovatif, seraya tetap menjalankan tugasnya sebagai istri dan ibu, serta pengelola rumah tangga.

Bagaimana Pandangan Islam terhadap Perempuan sebagai Digital Native?

Dominasi perempuan sebagai digital native sejatinya bukanlah hal baru. Di masa Rasulullah SAW, banyak perempuan yang aktif dalam kehidupan sosial, dakwah, bahkan medan perang—seperti Nusaibah binti Ka’ab. Kini, media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok, dan Twitter menjadi ruang baru bagi perempuan untuk mengekspresikan diri, berdakwah, hingga berbisnis dari rumah. Fenomena “sambil momong sambil cuan” menjadi gambaran baru perempuan produktif zaman ini.

Dalam kitab Tahrir al-Mar’ah fi ‘Ashr ar-Risālah, Abdul Halim Abu Syuqqah menegaskan bahwa Islam tidak membatasi perempuan hanya dalam ranah domestik. Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu Jilid 7 juga menjelaskan bahwa perempuan memiliki hak kepemilikan, boleh bekerja, berdagang, dan memiliki harta, selama masih dalam koridor syariat.

Firman Allah SWT dalam QS. An-Nisā: 32:

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Ayat ini mempertegas bahwa perempuan memiliki hak atas usahanya, termasuk dalam produktivitas ekonomi. Islam tidak melarang perempuan untuk berkarier, selama tetap menjaga nilai-nilai syariat.

Refleksi untuk Kaum Hawa di Era Digital

Agar perempuan tetap seimbang dalam menjalankan perannya sebagai digital native sekaligus hamba Allah yang taat, berikut beberapa prinsip yang perlu dijaga:

  1. Sehebat apapun karier dan jabatan yang diraih, tetaplah berprinsip “ar-rijālu qawwāmūna ‘ala an-nisā’, yakni menempatkan laki-laki sebagai pemimpin dalam keluarga. Jadikan suami sebagai raja dan pahlawan di rumah.
  2. Niatkan setiap aktivitas sebagai amal jariyah, bukan sekadar pekerjaan duniawi. Jauhkan iri hati, dan jadikan semua usaha sebagai ladang pahala yang kelak dipanen di akhirat.
  3. Kelola pikiran dan perasaan dengan bijak. Menurut dr. Aisyah Dahlan, memahami perbedaan pola pikir antara laki-laki dan perempuan adalah kunci agar perempuan mampu hidup bahagia dan berdaya.
  4. Syukuri kelebihan yang Allah berikan kepada perempuan, yakni kemampuan mengoperasikan otak kanan dan kiri secara simultan. Tak heran jika perempuan sering lebih cekatan dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga maupun pekerjaan profesional.
  5. Ingatlah kekuatan doa perempuan. Ada tiga doa mustajab yang dapat menembus langit: doa ibu untuk anak, doa anak perempuan untuk orang tua, dan doa istri untuk suami. Jadikan setiap lelah sebagai lillah, demi menggapai surga-Nya.

Tulisan Lainnya